Rabu, 30 Oktober 2013

ISOLASI DAN PEMURNIAN SENYAWA FLAVONOID

            Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau  terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah,dan daun (de Groot & Rauen, 1998). Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur.
            Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu.
 Isolasi Flavonoid
Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi, yakni dengan cara maserasi atau sokletasi menggunakan pelarut yang dapatmelarutkan flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam pelarutpolar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon,dan flavonol termetoksilasi lebih mudah larut dalam pelarut semipolar. Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk tujuanskrining maupun isolasi, umumnya menggunakan pelarut methanol atauetanol. Hal ini disebabkan karena pelarut ini bersifat melarutkan senyawa–senyawa mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar. Ekstrak methanol atau etanol yang kental, selanjutnya dipisahkankandungan senyawanya dengan tekhnik fraksinasi, yang biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut (Monache, 1996).
            Senyawa flavonoid diisolasi dengan tekhnik maserasi,mempergunakan poelarut methanol teknis. Ekstraksi methanol kental kemudian dilarutkan dalam air. Ekstrak methanol–air kemudian difraksinasi dengan n-heksan dan etil asetat. Masing–masing fraksiyang diperoleh diuapkan, kemudian diuji flavonoid. Untuk mendeteksiadanya flavonoid dalam tiap fraksi, dilakukan dengan melarutkansejumlah kecil ekstrak kental setiap fraksi kedalam etanol.Selanjutnya ditambahkan pereaksi flavonoid seperti : natriumhidroksida, asam sulfat pekat, bubuk magnesium–asam klorida pekat,atau natrium amalgam–asam klorida pekat. Uji positif flavonoidditandai dengan berbagai perubahan warna yang khas setiap jenisflavonoid (Geissman, 1962).
Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas. Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen paling baik (Harborne, 1987). Flavonoid (terutama glikosida) mudah mengalami degradasi enzimatik ketika dikoleksi dalam bentuk segar. Oleh karena itu disarankan koleksi yang dikeringkan atau dibekukan. Ekstraksi menggunakan solven yang sesuai dengan tipe flavonoid yg dikehendaki. Polaritas menjadi pertimbangan utama. Flavonoid kurang polar (seperti isoflavones, flavanones, flavones termetilasi, dan flavonol) terekstraksi dengan chloroform, dichloromethane, diethyl ether, atau ethyl acetate, sedangkan flavonoid glycosides dan aglikon yang lebih polar terekstraksi dengan alcohols atau campuran alcohol air. Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air. Flavonoid dapat dideteksi dengan berbagai pereaksi, antara lain:
a.       Sitroborat
b.      AlCl3
c.       NH3

Sebelum melakukan suatu isolasi senyawa, maka yang dilakukan adalah ekstraksi terlebih dahulu.
 Cara Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Secara Umum
1.  Isolasi Dengan metanol
            Terhadap bahan yang telah dihaluskan, ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan metanol:air (9:1) dilanjutkan dengan metanol:air (1:1) lalu dibiarkan 6-12 jam. Penyaringan dengan corong buchner, lalu kedua ekstrak disatukan dan diuapkan hingga 1/3 volume mula-muIa, atau sampai semua metanol menguap dengan ekstraksi menggunakan pelarut heksan atau kloroform (daIam corong pisah) dapat dibebaskan dari senyawa yang kepolarannya rendah, seperti lemak, terpen, klorofil, santifil dan lain-lain

2.  Isolasi Dengan Charaux Paris
            Serbuk tanaman diekstraksi dengan metanol,lalu diuapkan sampai kental dan ekstrak kental ditambah air panas dalam volume yang sama, Ekstrak air encer lalu ditambah eter, lakukan ekstraksi kocok, pisahkan fase eter lalu uapkan sampai kering yang kemungkinan didapat bentuk bebas. Fase air dari hasil pemisahan ditambah lagi pelarut etil. asetat diuapkan sampai kering yang kemungkinan didapat Flavonoid O Glikosida. Fase air ditambah lagi pelarut n - butanol, setelah dilakukan ekstraksi, lakukan pemisahan dari kedua fase tersebut. Fase n-butanol diuapkan maka akan didapatkan ekstrak n - butanol yang kering, mengandung flavonoid dalam bentuk C-glikosida dan leukoantosianin. Dari ketiga fase yang didapat itu langsung dilakukan pemisahan dari komponen yang ada dalam setiap fasenya dengan mempergunakan kromatografi koLom. Metode ini sangat baik dipakai dalam mengisolasi flavonoid dalam tanaman karena dapat dilakukan pemisahan flavonoid berdasarkan sifat kepolarannya.

3.  Isolasi dengan beberapa pelarut.
            Serbuk kering diekstraksi dengan kloroform dan etanol, kemudian ekstrak yang diperoleh dipekatkan dibawah tekanan rendah. Ekstrak etanol pekat dilarutkan dalam air lalu diekstraksi gojog dengan dietil eter dan n-butanol, sehingga dengan demikian didapat tiga fraksi yaitu fraksi kloroform, butanol dan dietil eter.
4.  Identifikasi Dengan Reaksi warna
                  a. Uji WILSTATER
Uji ini untuk mengetahui senyawa yang mempunyai inti δ benzopiron. Warna-warna yang dihasilkan dengan reaksi Wilstater adalah sebagai berikut:
- Jingga Daerah untuk golongan flavon.
- Merah krimson untuk golongan fLavonol.
- Merah tua untuk golongan flavonon.
b. Uji BATE SMITH MATECALVE
                    Reaksi warna ini digunakan untuk menuniukkan adanya senyawa   leukoantosianin, reaksi positif jika terjadi warna merah yang intensif atau  warna ungu.
5. Identifikasi flavonoid
            Sebagian besar senyawa flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glikosidanya, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara gula dan suatu alcohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Pada prinsipnya, ikatan glikosida terbentuk apabila gugus hidroksil dari alcohol beradisi kepada gugus karbonil dari gula, sama seperti adisi alcohol kepada aldehid yang dikatalis oleh asam menghasilkan suatu asetal.
             Pada hidrolisis oleh asam, suatu glikosida terurai kembali atas komponen-komponennya menghasilkan gula dan alcohol yang sebanding dan alcohol yang dihasilkan ini disebut aglokin. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa tersebut masinbg-masing disebut glukosida, ramnosida, galaktosida dan gentiobiosida. Flavonoida dapat ditemukan sebagai mono-, di- atau triglikosida dimana satu, dua atau tiga gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organic seperti eter, benzene, kloroform dan aseton.
            Flavonoid merupakan metabolit sekunder dalam tumbuhan yang mempunyai variasi struktur yang beraneka ragam, namun saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama. Jalur biosintesis flavonoid dimulai dari pertemuan alur asetat malonat dan alur sikimat membentuk khalkon, dari bentuk khalkon ini diturunkan menjadi bentuk lanjut menjadi berbagai bentuk lewat alur antar ubah posisi, dehidrogenasi, denetilasi dan lain-lain. Kenudian daripada itu menghasilkan bentuk sekunder dihidrokalkon, flavon, auron, isoflavon (penurunan selanjutnya membentuk peterokarpon dan rotenoid) dan dehidroflavonol (penurunan selanjutnya antosianidin, flavonol, epikatekin ) .
            Dari bentuk-bentuk sekunder tersebut akan terjadi modifikasi lebih lanjut pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan / pengurangan hidroksilasi, metilenasi, ortodihidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, dimerisasi, pembentukan bisulfat, dan yang terpenting glikolisasi gugus hidroksil

PERMASALAHAN :
1.dalam mengisolasi senyawa flavonoid , khususnya dengan tehnik ekstraksi kadar metanol atau etanol yang digunakan adalah 70 % . Namun berbeda dengan pengisolasian senyawa apigenin ( merupakan kelompok flavonoid juga ) menggunakan methanol 50 %. Mengapa demikian ???
Apakah ada zat tambahan sehingga konsentrasi metanolnya dikurangi ??

Kamis, 17 Oktober 2013

Penentuan Struktur Senyawa Terpenoid




PENENTUAN STRUKTUR SENYAWA TERPENOID DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA AKTIF ANTIMAKAN DARI DAUN TENGGULUN (Protium javanicum Burm. F.)
TERHADAP LARVA Epilachna sparsa L

Protium merupakan genus terbesar dari keluarga Burseraceae yang secara tradisional telah dimanfaatkan sebagai obat, kosmetik, dan insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa aktif antimakan dari daun Protium Javanicum Burm F, yang di Bali dikenal dengan nama tenggulun. Larva Epilachna sparsa (E.sparsa) digunakan sebagai bioindikator untuk uji aktivitas antimakan yang dilakukan baik terhadap crude ekstrak, fraksi maupun isolat. Serbuk kering daun tenggulun (1000 g) diekstraksi dengan metanol sehingga diperoleh ekstrak kental berwarna hijau kehitaman (20,89 g). Ekstrak ini menunjukkan aktivitas antimakan 71,61% pada konsentrasi 0,1% b/v, maka selanjutnya dipisahkan dengan cara difraksionasi sehingga diperoleh fraksi n-heksana, kloroform, dan air. Fraksi kloroform menunjukkan aktivitas antimakan paling tinggi yaitu 89,52%, sedangkan fraksi n-heksana 36,83%, dan air 1,96% pada konsentrasi 0,1% (b/v). Pemurnian fraksi aktif kloroform dilakukan dengan kromatografi kolom silika gel menggunakan campuran pelarut n-heksana : kloroform (3:4) sebagai fase gerak menghasilkan tiga kelompok fraksi (isolat). Isolat yang menunjukkan aktivitas antimakan relatif paling tinggi yaitu 70,53% dan murni diidentifikasi dengan uji fitokimia dan spektroskopi inframerah serta ultraviolet-visibel. Hasil identifikasi menunjukkan isolat aktif antimakan merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi OH; CH3; CH2; C=O, dan C=C serta menyerap sinar UV-Vis pada λmax 245 dan 416 nm.
Tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) yang merupakan salah satu spesies dari genus protium, secara kemotaksonomi juga diduga mempunyai aktivitas insektisida sebagai penolak serangga sehingga secara tidak langsung tumbuhan akan terlindungi dari serangga hama karena nafsu makan hama sudah dihambat. Uji pendahuluan kandungan kimia daun tenggulun dilaporkan mengandung senyawa dari golongan flavonoid, sterol, terpenoid, kuinon dan tanin (Eniek, 1997).
Hasil uji pendahuluan yang dilakukan pada eksrak metanol menunjukkan daun tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) bersifat antimakan dengan persentase aktivitas antimakan 71,61% pada konsentrasi 0,1% (b/v). Untuk itu, dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi golongan senyawa aktif antimakan dari daun tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) terhadap larva Epilachna sparsa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Hasil maserasi terhadap 1000 g serbuk kering daun tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) dengan metanol diperoleh ekstrak kental metanol (crude ekstrak) berwarna hijau kehitaman seberat 20,89 g. Ekstrak kental metanol ini kemudian diuji aktivitas antimakan terhadap E. sparsa dan hasilnya disajikan pada Tabel 1.
Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antimakan yang cukup besar yaitu sebesar 71,61% terhadap larva E. Sparsa pada konsentrasi larutan uji 0,1%, sehingga berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagaipestisida nabati. Suatu bahan dikatakan bersifat aktif antimakan apabila memiliki persentase antimakan lebih besar atau sama dengan 25%. Untuk pemisahan dan pemurnian senyawa aktif antimakan diawali dengan partisi untuk mengelompokkan senyawa yang terkandung berdasarkan kepolarannya (Fessenden dan Fessenden, 1995).
Partisi
Partisi terhadap 20,89g crude ekstrak metanol menghasilkan fraksi n-heksana (3,68 g), fraksi kloroform (2,55 g), dan fraksi air (9,10 g). Ketiga fraksi diuji aktivitas antimakannya terhadap larva E. sparsa. Hasil uji aktivitas antimakan masing-masing fraksi hasil partisi yaitu fraksi kloroform (K), n-heksana (H), dan air (A) dipaparkan pada Tabel 2.
Fraksi kloroform paling aktif terhadap larva E.sparsa, karena pada konsentrasi 0,1% (b/v) menunjukkan aktivitas antimakan tertinggi yaitu 89,62% di bandingkan dengan fraksi n-heksana 36,83%, dan fraksi air yang hanya 1, 96%. Oleh sebab itu, fraksi kloroform dilanjutkan pada proses pemisahan dan pemurnian menggunakan kromatografi kolom (Anom, 1999).
Kromatografi Kolom
Pemisahan komponen-komponen pada fraksi aktif kloroform dilakukan dengan kromatografi kolom. dengan silika gel 60 sebagai fase diam, dan fase gerak yang digunakan adalah campuran eluen terbaik yang diperoleh dari analisis KLT yaitu kloroform : n-heksana (3:4). Hasil pemisahan terhadap 1 g fraksi aktif kloroform menghasilkan 123 botol eluat. Eluat-eluat yang diperoleh kemudian danalisis dengan KLT dan eluat-eluat yang mempunyai pola pemisahan yang sama yaitu jumlah noda dan harga Rf yang sama digabungkan sehingga diperoleh tiga kelompok fraksi gabungan yaitu fraksi A, B, dan C seperti tertera pada Tabel 3. Fraksi A masih terdiri dari empat noda yang berarti ada 4 komponen, sedangkan fraksi B dan C terdiri dari satu noda.
Identifikasi
Identifikasi isolat aktif antimakan (fraksi B diawali dengan uji fitokimia untuk memperoleh informasi mengenai golongan senyawa kimianya sebagai kerangka dasar dari struktur senyawa dalam elusidasi struktur. Hasil uji fitokimia disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Hasil uji fitokimia terhadap isolat antimakan Fb 

No
Uji Fitokimia
Pereaksi
Perubahan warna
Kesimpulan
1
Flavonoid
NaOH 10%
HCl - Mg
H2SO4
Hijau-hijau muda
Hijau-hijau muda
Hijau-hijau
Negatif
Negatif
Negatif
2
Triterpenoid
Libermann – Burchard
Hijau-keunguan
Positif
3
Steroid
Libermann – Burchard
Hijau-keunguan
Negatif
4
Kuinon
KOH 10% dalam metanol
Borntrager
Hijau-hijau
Negatif
5
Tanin
Gelatin
Hijau-hijau
Negatif








Gambar 1.
Spektrum Inframerah dari isolat Fb. 

Dari hasil uji fitokimia seperti dapat dilihat pada Tabel 5, isolat aktif antimakan merupakan senyawa golongan triterpenoid karena menunjukkan reaksi positif dengan pereaksi triterpenoid, Libermann-Burchard. Beberapa senyawa aktif antimakan yang diisolasi dari Melia azacadarach (mindi), Azadirachta indica (mimba) (Maria, C, 2003), merupakan senyawa golongan triterpenoid. Senyawa aktif antimakan seperti azadirachtin yang diisolasi dari Melia azacadarach (mindi) merupakan senyawa golongan terpenoid yang diduga beraksi pada otot usus serangga sehingga otot usus menjadi tegang dan menurunkan motilitasnya akibatnya nafsu makan serangga akan menurun (Segatri Putra, 1989).
Isolat aktif antimakan ini selanjutnya dianalisis sifat fisikokimianya dengan spektrofotometer inframerah dan Ultraviolet-visible. Spektrum inframerah isolat aktif antimakan ditunjukkan pada Gambar 1, sedangkan data bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas, dan penempatan gugus terkait dipaparkan pada Tabel 6.
Hasil analisis spektra inframerah menunjukkan adanya serapan melebar pada daerah bilangan gelombang 3433,29 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus OH terikat, dugaan ini diperkuat dengan munculnya serapan pada daerah bilangan gelombang 1226,73 cm-1 yang merupakan serapan dari C-O alkohol. Munculnya pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan 2854,65 cm-1 diduga adalah serapan dari gugus CH3 dan CH2 yang didukung dengan munculnya serapan pada daerah bending yaitu pada bilangan gelombang 1365,60 cm-1 dan 1465,90 cm-1. Serapan tajam pada daerah bilangan gelombang 1743,65 cm-1 diduga adalah serapan dari gugus karbonil gugus C=O. Pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1612,49 cm-1 diduga serapan dari C=C alifatik (Silverstain et al., 1991; Sastrohamidjojo, 1991). Hasil interpretasi dari spektrum inframerah maka isolat diduga mempunyai gugus fungsi –OH, -CH alifatik C=O, dan C=C alifatik. Sedangkan hasil analisis spektrum UV-Vis dari isolat dapat dilihat pada Gambar 2 dan data untuk panjang gelombang, absorbansinya dan jenis transisi dapat dilihat pada Tabel 7.
Identifikasi dengan UV-Vis memberikan informasi adanya kromofor maupun auksokarom dalam isolat. Jenis kromofor atau auksokrom dapat diketahui dari energi transisi elektron. Energi transisi elektronik digambarkan dari nilai absorbansi isolat karena absorbansi menggambarkan perbedaan energi elektron dalam keadaan dasar dengan energi elektron tereksitasi (Creswell et al., 1982).
Identifikasi dengan UV-Vis memberikan informasi adanya kromofor maupun auksokarom dalam isolat. Jenis kromofor atau auksokrom dapat diketahui dari energi transisi elektron. Energi transisi elektronik digambarkan dari nilai absorbansi isolat karena absorbansi menggambarkan perbedaan energi elektron dalam keadaan dasar dengan energi elektron tereksitasi (Creswell et al., 1982).
Tabel
Bilangan gelombang (cm-1)
Bentuk Pita
Intensitas
Kemungkinan Gugus Fungsi
Spektra
Pustaka
3433,29
3450-3200
Lebar
Sedang
-OH terikat (stretching)
2924,09
2960-2870
Tajam
Sedang
-CH alifatik (-CH3 stretching)
2854,65
2960-2870
Tajam
Sedang
-CH alifatik (-CH2 stretching)
1743,65
1820-1600
Tajam
Kuat
-C=O karbonil
1612,49
1650-1500
Tajam
Lemah
-C=C alifatik (stretching)
1465,90
1500-1400
Tajam
Kuat
-CH alifatik (-CH2 bending)
1365,60
1500-1400
Tajam
Sedang
-CH alifatik (-CH3 bending)
1226,73
1300-1000
Tajam
Sangat lemah
-C-O alkohol (bending)
-C-C (bending)
802,39
880-758
Tajam
Kuat
=CH siklik (bending)
594,08
675-400
Tajam
Sangat lemah
-CH keluar bidang (bending)














Hasil analisis isolat dengan spektrofotometri UV-Vis menghasilkan tiga serapan utama yang muncul pada panjang gelombang 245; 416 dan 663 nm. Serapan yang terjadi pada panjang gelombang 245 nm dengan absorbansi terbesar kemungkinan disebabkan oleh terjadinya transisi elektronik π → π* yaitu transisi elektron dari gugus taks jenuh seperti kromofor C = C. Dugaan ini diperkuat dari data spektrum inframerah dengan munculnya serapan dari C = C alifatik pada daerah bilangangelombang 1612,49 cm-1. Serapan pada panjang gelombang 416 nm kemungkinan disebabkan terjadinya transisi elektronik n → σ* yaitu transisi elektron dari gugus jenuh O-H yang mempunyai elektron non bonding seperti pada auksokrom. Dugaan ini diperkuat dari data spektrum inframerah dengan munculnya serapan dari gugus O=H pada daerah bilangan gelombang 3433,29 cm-1 (Silverstain et al., 1991; Sastrohamidjojo, 1991). Serapan pada panjang gelombang 663 kemungkinan terjadinya transisi elektronik n → π* yaitu transisi elektron dari suatu gugus tak jenuh yang mempunyai elektron non bonding sperti pada kromofor C = O.
Dari hasil identifikasi, maka dapat disimpulkan isolat aktif antimakan yang diisolasi dari daun tenggulun merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi O-H, C-H alifatik, C=O dan C=C alifatik dan memberikan serapan maksimum pada λmax. 245 dan 416 nm.
Simpulan
Isolat dari daun tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) menunjukkan aktivitas antimakan terhadap larva E. sparsa sebesar 70,53%, pada konsentrasi 10 ppm. Identifikasi isolat aktif antimakan menunjukkan isolat adalah senyawa dari golongan triterpenoid yang mempunyai gugus fungsi OH, CH3, CH2, C=O, dan C=C serta memberikan serapan karakteristik UV-Vis pada panjang gelombang, λmax 245 dan 416 nm.

pertanyaan :
1. Suatu bahan dikatakan bersifat aktif antimakan apabila memiliki persentase antimakan lebih besar atau sama dengan 25%. Apakah apabila ada senyawa terpenoid lain yang bukan anggota triterpenoid yang mengikuti kriteria yang disebutkan sebagai antimakan bisa diidentifikasi menjadi senyawa antimakan walaupun strukturnya berbeda ???
2.Isolat yang menunjukkan aktivitas antimakan relatif paling tinggi yaitu 70,53% dan murni diidentifikasi dengan uji fitokimia dan spektroskopi inframerah serta ultraviolet-visibel. Hasil identifikasi menunjukkan isolat aktif antimakan merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi OH; CH3; CH2; C=O, dan C=C serta menyerap sinar UV-Vis pada λmax 245 dan 416 nm.
Apakah selain ultraviolet - visibel ada yang bisa digunakan untuk menguji struktur triterpenoid tersebut ??? dan apabila sinar yang diserap  melebihi atau kurang dari 
rentang yang ditentukan , apakah senyawa antimakan tersebut akan tetap didapatkan ???