TERHADAP
LARVA Epilachna sparsa L
Protium merupakan
genus terbesar dari keluarga Burseraceae yang secara tradisional telah
dimanfaatkan sebagai obat, kosmetik, dan insektisida. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi golongan senyawa aktif antimakan dari daun Protium
Javanicum Burm F, yang di Bali dikenal dengan nama tenggulun. Larva Epilachna
sparsa (E.sparsa) digunakan sebagai bioindikator untuk uji aktivitas
antimakan yang dilakukan baik terhadap crude ekstrak, fraksi maupun
isolat. Serbuk kering daun tenggulun (1000 g) diekstraksi dengan metanol
sehingga diperoleh ekstrak kental berwarna hijau kehitaman (20,89 g). Ekstrak
ini menunjukkan aktivitas antimakan 71,61% pada konsentrasi 0,1% b/v, maka
selanjutnya dipisahkan dengan cara difraksionasi sehingga diperoleh fraksi
n-heksana, kloroform, dan air. Fraksi kloroform menunjukkan aktivitas antimakan
paling tinggi yaitu 89,52%, sedangkan fraksi n-heksana 36,83%, dan air 1,96%
pada konsentrasi 0,1% (b/v). Pemurnian fraksi aktif kloroform dilakukan dengan
kromatografi kolom silika gel menggunakan campuran pelarut n-heksana :
kloroform (3:4) sebagai fase gerak menghasilkan tiga kelompok fraksi (isolat).
Isolat yang menunjukkan aktivitas antimakan relatif paling tinggi yaitu 70,53%
dan murni diidentifikasi dengan uji fitokimia dan spektroskopi inframerah serta
ultraviolet-visibel. Hasil identifikasi menunjukkan isolat aktif antimakan
merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi OH; CH3; CH2; C=O,
dan C=C serta menyerap sinar UV-Vis pada λmax 245 dan 416 nm.
Tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) yang merupakan
salah satu spesies dari genus protium, secara kemotaksonomi juga diduga
mempunyai aktivitas insektisida sebagai penolak serangga sehingga secara tidak
langsung tumbuhan akan terlindungi dari serangga hama karena nafsu makan hama
sudah dihambat. Uji pendahuluan kandungan kimia daun tenggulun dilaporkan
mengandung senyawa dari golongan flavonoid, sterol, terpenoid, kuinon dan tanin
(Eniek, 1997).
Hasil uji pendahuluan
yang dilakukan pada eksrak metanol menunjukkan daun tenggulun (Protium
javanicum Burm. F.) bersifat antimakan dengan persentase aktivitas
antimakan 71,61% pada konsentrasi 0,1% (b/v). Untuk itu, dalam penelitian ini
akan dilakukan identifikasi golongan senyawa aktif antimakan dari daun
tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) terhadap larva Epilachna
sparsa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Hasil maserasi terhadap 1000 g serbuk kering daun tenggulun (Protium
javanicum Burm. F.) dengan metanol diperoleh ekstrak kental metanol (crude
ekstrak) berwarna hijau kehitaman seberat 20,89 g. Ekstrak kental metanol
ini kemudian diuji aktivitas antimakan terhadap E. sparsa dan hasilnya
disajikan pada Tabel 1.
Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antimakan yang cukup
besar yaitu sebesar 71,61% terhadap larva E. Sparsa pada konsentrasi
larutan uji 0,1%, sehingga berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut
sebagaipestisida nabati. Suatu bahan dikatakan bersifat aktif antimakan apabila
memiliki persentase antimakan lebih besar atau sama dengan 25%. Untuk pemisahan
dan pemurnian senyawa aktif antimakan diawali dengan partisi untuk
mengelompokkan senyawa yang terkandung berdasarkan kepolarannya (Fessenden dan
Fessenden, 1995).
Partisi
Partisi terhadap 20,89g crude ekstrak metanol
menghasilkan fraksi n-heksana (3,68 g), fraksi kloroform (2,55 g), dan
fraksi air (9,10 g). Ketiga fraksi diuji aktivitas antimakannya terhadap larva E.
sparsa. Hasil uji aktivitas antimakan masing-masing fraksi hasil partisi
yaitu fraksi kloroform (K), n-heksana (H), dan air (A) dipaparkan pada
Tabel 2.
Fraksi kloroform paling aktif terhadap larva E.sparsa,
karena pada konsentrasi 0,1% (b/v) menunjukkan aktivitas antimakan tertinggi
yaitu 89,62% di bandingkan dengan fraksi n-heksana 36,83%, dan fraksi
air yang hanya 1, 96%. Oleh sebab itu, fraksi kloroform dilanjutkan pada proses
pemisahan dan pemurnian menggunakan kromatografi kolom (Anom, 1999).
Kromatografi Kolom
Pemisahan
komponen-komponen pada fraksi aktif kloroform dilakukan dengan kromatografi
kolom. dengan silika gel 60 sebagai fase diam, dan fase gerak yang digunakan
adalah campuran eluen terbaik yang diperoleh dari analisis KLT yaitu kloroform
: n-heksana (3:4). Hasil pemisahan terhadap 1 g fraksi aktif kloroform
menghasilkan 123 botol eluat. Eluat-eluat yang diperoleh kemudian danalisis
dengan KLT dan eluat-eluat yang mempunyai pola pemisahan yang sama yaitu jumlah
noda dan harga Rf yang sama digabungkan sehingga diperoleh tiga kelompok fraksi
gabungan yaitu fraksi A, B, dan C seperti tertera pada Tabel 3. Fraksi A masih
terdiri dari empat noda yang berarti ada 4 komponen, sedangkan fraksi B dan C
terdiri dari satu noda.
Identifikasi
Identifikasi isolat
aktif antimakan (fraksi B diawali dengan uji fitokimia untuk memperoleh
informasi mengenai golongan senyawa kimianya sebagai kerangka dasar dari
struktur senyawa dalam elusidasi struktur. Hasil uji fitokimia disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5.
|
Hasil uji fitokimia terhadap isolat antimakan Fb
|
||||
No
|
Uji Fitokimia
|
Pereaksi
|
Perubahan warna
|
Kesimpulan
|
|
1
|
Flavonoid
|
NaOH 10%
HCl - Mg
H2SO4
|
Hijau-hijau muda
Hijau-hijau muda
Hijau-hijau
|
Negatif
Negatif
Negatif
|
|
2
|
Triterpenoid
|
Libermann – Burchard
|
Hijau-keunguan
|
Positif
|
|
3
|
Steroid
|
Libermann – Burchard
|
Hijau-keunguan
|
Negatif
|
|
4
|
Kuinon
|
KOH 10% dalam metanol
Borntrager
|
Hijau-hijau
|
Negatif
|
|
5
|
Tanin
|
Gelatin
|
Hijau-hijau
|
Negatif
|
|
Gambar 1.
|
Spektrum Inframerah dari isolat Fb.
|
Dari hasil uji fitokimia seperti dapat dilihat pada Tabel 5,
isolat aktif antimakan merupakan senyawa golongan triterpenoid karena
menunjukkan reaksi positif dengan pereaksi triterpenoid, Libermann-Burchard.
Beberapa senyawa aktif antimakan yang diisolasi dari Melia azacadarach
(mindi), Azadirachta indica (mimba) (Maria, C, 2003), merupakan senyawa
golongan triterpenoid. Senyawa aktif antimakan seperti azadirachtin yang
diisolasi dari Melia azacadarach (mindi) merupakan senyawa golongan
terpenoid yang diduga beraksi pada otot usus serangga sehingga otot usus
menjadi tegang dan menurunkan motilitasnya akibatnya nafsu makan serangga akan
menurun (Segatri Putra, 1989).
Isolat aktif antimakan ini selanjutnya dianalisis sifat
fisikokimianya dengan spektrofotometer inframerah dan Ultraviolet-visible.
Spektrum inframerah isolat aktif antimakan ditunjukkan pada Gambar 1, sedangkan
data bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas, dan penempatan gugus terkait
dipaparkan pada Tabel 6.
Hasil analisis spektra inframerah menunjukkan adanya serapan
melebar pada daerah bilangan gelombang 3433,29 cm-1 yang merupakan serapan dari
gugus OH terikat, dugaan ini diperkuat dengan munculnya serapan pada daerah
bilangan gelombang 1226,73 cm-1 yang merupakan serapan dari C-O alkohol.
Munculnya pita serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan 2854,65
cm-1 diduga adalah serapan dari gugus CH3 dan CH2 yang didukung dengan
munculnya serapan pada daerah bending yaitu pada bilangan gelombang 1365,60 cm-1
dan 1465,90 cm-1. Serapan tajam pada daerah bilangan gelombang 1743,65 cm-1 diduga
adalah serapan dari gugus karbonil gugus C=O. Pita serapan pada daerah bilangan
gelombang 1612,49 cm-1 diduga serapan dari C=C alifatik (Silverstain et al.,
1991; Sastrohamidjojo, 1991). Hasil interpretasi dari spektrum inframerah maka
isolat diduga mempunyai gugus fungsi –OH, -CH alifatik C=O, dan C=C alifatik.
Sedangkan hasil analisis spektrum UV-Vis dari isolat dapat dilihat pada Gambar
2 dan data untuk panjang gelombang, absorbansinya dan jenis transisi dapat
dilihat pada Tabel 7.
Identifikasi dengan UV-Vis memberikan informasi adanya
kromofor maupun auksokarom dalam isolat. Jenis kromofor atau auksokrom dapat
diketahui dari energi transisi elektron. Energi transisi elektronik digambarkan
dari nilai absorbansi isolat karena absorbansi menggambarkan perbedaan energi
elektron dalam keadaan dasar dengan energi elektron tereksitasi (Creswell et
al., 1982).
Identifikasi dengan
UV-Vis memberikan informasi adanya kromofor maupun auksokarom dalam isolat.
Jenis kromofor atau auksokrom dapat diketahui dari energi transisi elektron.
Energi transisi elektronik digambarkan dari nilai absorbansi isolat karena
absorbansi menggambarkan perbedaan energi elektron dalam keadaan dasar dengan
energi elektron tereksitasi (Creswell et al., 1982).
Tabel
Bilangan gelombang (cm-1)
|
Bentuk Pita
|
Intensitas
|
Kemungkinan Gugus Fungsi
|
||||
Spektra
|
Pustaka
|
||||||
3433,29
|
3450-3200
|
Lebar
|
Sedang
|
-OH terikat (stretching)
|
|||
2924,09
|
2960-2870
|
Tajam
|
Sedang
|
-CH alifatik (-CH3 stretching)
|
|||
2854,65
|
2960-2870
|
Tajam
|
Sedang
|
-CH alifatik (-CH2 stretching)
|
|||
1743,65
|
1820-1600
|
Tajam
|
Kuat
|
-C=O karbonil
|
|||
1612,49
|
1650-1500
|
Tajam
|
Lemah
|
-C=C alifatik (stretching)
|
|||
1465,90
|
1500-1400
|
Tajam
|
Kuat
|
-CH alifatik (-CH2 bending)
|
|||
1365,60
|
1500-1400
|
Tajam
|
Sedang
|
-CH alifatik (-CH3 bending)
|
|||
1226,73
|
1300-1000
|
Tajam
|
Sangat lemah
|
-C-O alkohol (bending)
-C-C (bending)
|
|||
802,39
|
880-758
|
Tajam
|
Kuat
|
=CH siklik (bending)
|
|||
594,08
|
675-400
|
Tajam
|
Sangat lemah
|
-CH keluar bidang (bending)
|
|||
|
|
|
|
|
|||
Hasil analisis isolat dengan spektrofotometri UV-Vis
menghasilkan tiga serapan utama yang muncul pada panjang gelombang 245; 416 dan
663 nm. Serapan yang terjadi pada panjang gelombang 245 nm dengan absorbansi
terbesar kemungkinan disebabkan oleh terjadinya transisi elektronik Ï€ → Ï€* yaitu
transisi elektron dari gugus taks jenuh seperti kromofor C = C. Dugaan ini
diperkuat dari data spektrum inframerah dengan munculnya serapan dari C = C
alifatik pada daerah bilangangelombang 1612,49 cm-1. Serapan pada panjang
gelombang 416 nm kemungkinan disebabkan terjadinya transisi elektronik n → σ* yaitu
transisi elektron dari gugus jenuh O-H yang mempunyai elektron non bonding
seperti pada auksokrom. Dugaan ini diperkuat dari data spektrum inframerah
dengan munculnya serapan dari gugus O=H pada daerah bilangan gelombang 3433,29
cm-1 (Silverstain et al., 1991; Sastrohamidjojo, 1991). Serapan pada
panjang gelombang 663 kemungkinan terjadinya transisi elektronik n → Ï€* yaitu
transisi elektron dari suatu gugus tak jenuh yang mempunyai elektron non
bonding sperti pada kromofor C = O.
Dari hasil
identifikasi, maka dapat disimpulkan isolat aktif antimakan yang diisolasi dari
daun tenggulun merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi O-H,
C-H alifatik, C=O dan C=C alifatik dan memberikan serapan maksimum pada λmax.
245 dan 416 nm.
Simpulan
Isolat dari daun
tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) menunjukkan aktivitas
antimakan terhadap larva E. sparsa sebesar 70,53%, pada konsentrasi 10
ppm. Identifikasi isolat aktif antimakan menunjukkan isolat adalah
senyawa dari golongan triterpenoid yang mempunyai gugus fungsi OH, CH3, CH2,
C=O, dan C=C serta memberikan serapan karakteristik UV-Vis pada panjang
gelombang, λmax 245 dan 416 nm.
pertanyaan :
1. Suatu bahan dikatakan bersifat aktif antimakan apabila memiliki persentase antimakan lebih besar atau sama dengan 25%. Apakah apabila ada senyawa terpenoid lain yang bukan anggota triterpenoid yang mengikuti kriteria yang disebutkan sebagai antimakan bisa diidentifikasi menjadi senyawa antimakan walaupun strukturnya berbeda ???
2.Isolat yang menunjukkan aktivitas antimakan relatif paling tinggi yaitu 70,53% dan murni diidentifikasi dengan uji fitokimia dan spektroskopi inframerah serta ultraviolet-visibel. Hasil identifikasi menunjukkan isolat aktif antimakan merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi OH; CH3; CH2; C=O, dan C=C serta menyerap sinar UV-Vis pada λmax 245 dan 416 nm.
Apakah selain ultraviolet - visibel ada yang bisa digunakan untuk menguji struktur triterpenoid tersebut ??? dan apabila sinar yang diserap melebihi atau kurang dari rentang yang ditentukan , apakah senyawa antimakan tersebut akan tetap didapatkan ???
pertanyaan :
1. Suatu bahan dikatakan bersifat aktif antimakan apabila memiliki persentase antimakan lebih besar atau sama dengan 25%. Apakah apabila ada senyawa terpenoid lain yang bukan anggota triterpenoid yang mengikuti kriteria yang disebutkan sebagai antimakan bisa diidentifikasi menjadi senyawa antimakan walaupun strukturnya berbeda ???
2.Isolat yang menunjukkan aktivitas antimakan relatif paling tinggi yaitu 70,53% dan murni diidentifikasi dengan uji fitokimia dan spektroskopi inframerah serta ultraviolet-visibel. Hasil identifikasi menunjukkan isolat aktif antimakan merupakan senyawa golongan triterpenoid dengan gugus fungsi OH; CH3; CH2; C=O, dan C=C serta menyerap sinar UV-Vis pada λmax 245 dan 416 nm.
Apakah selain ultraviolet - visibel ada yang bisa digunakan untuk menguji struktur triterpenoid tersebut ??? dan apabila sinar yang diserap melebihi atau kurang dari rentang yang ditentukan , apakah senyawa antimakan tersebut akan tetap didapatkan ???
saya akan mencoba menanggapi permasalahan Anda...
BalasHapus1. Untuk permasalahan pertama, menurut saya ada kemungkinan untuk senyawa terpenoid lain dapat bersifat aktif antimakan jika memenuhi syarat sebagai senyawa bioaktif antimakan, yaitu mengandung 25 % antimakan didalam senyawa tersebut. Senyawa antimakan ini banyak terdapat pada triterpenoid dan tetranorterpenoid. Dimana keduannya merupakan senyawa triterpenoid. Senyawa antimakan ini juga banyak terdapat didalam alkaloid, yang jelas memiliki perbedaan struktur dengan terpenoid. Oleh karena itu, saya dapat mengatakan ada kemungkinan untuk senyawa terpenoid lain bisa mengandung senyawa aktif antimakan. Namun, saya belum menemukan contoh senyawanya.
2. untuk permasalahan kedua, selain dengan spektroskopi UV-Vis untuk menguji struktur triterpenoid dapat juga dilakukan dengan spektroskopi IR dan juga spektroskopi NMR serta spektroskopi massa.
Berdasarkan pengetahuan saya, pada spektroskopi UV-Vis itu yang diukur adalah panjang gelombang serapan. Spektroskopi UV-Vis ini Daerah panjang gelombang dari spektrum ultra violet berkisar 200 - 400 nm. Jika pada suatu senyawa terjadi penyerapan didaerah panjang gelombang 200-400 nm maka senyawa tersebut mengalami transisi diantara tingkat energi elektronik molekul.
1. Untuk permasalahan pertama, saya setuju dengan saudari novi, karena pada artikel anda yang saya baca Hasil maserasi terhadap 1000 g serbuk kering daun tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) dengan metanol diperoleh ekstrak kental metanol (crude ekstrak) berwarna hijau kehitaman seberat 20,89 g. Ekstrak kental metanol ini kemudian diuji aktivitas antimakan terhadap E. sparsa. Ekstrak metanol menunjukkan aktivitas antimakan yang cukup besar yaitu sebesar 71,61% terhadap larva E. Sparsa pada konsentrasi larutan uji 0,1%, sehingga berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagaipestisida nabati. Tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) itu sendiri yang merupakan salah satu spesies dari genus protium, secara kemotaksonomi juga diduga mempunyai aktivitas insektisida sebagai penolak serangga sehingga secara tidak langsung tumbuhan akan terlindungi dari serangga hama karena nafsu makan hama sudah dihambat. Uji pendahuluan kandungan kimia daun tenggulun dilaporkan mengandung senyawa dari golongan flavonoid, sterol, terpenoid, kuinon dan tannin. Nah, dari penjelesan tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa terpenoid lain yang bukan anggota triterpenoid, seperti flavonoid, apabila memenuhi criteria sebagai anti makan maka dapat diidentifikasi menjadi senyawa antimakan walaupun strukturnya berbeda.
2. Untuk permasaalahan kedua, dari literature yang saya dapatkan untuk menentukan struktur senyawa golongan terpenoid itu bisa dilakukan dengan cara analisis spectrum IR, analisis spectrum NMR 1H dilakukan untuk mengetahui gambaran berbagai jenis atom hydrogen dalam molekul, analisis spectrum NMR 13C dimaksudkan untuk menentukan kerangka karbon yang dimilki oleh senyawa. Pada spectrum ini dapat diketahui jumlah karbon dan jenis karbonnya (metal, metilen, metin, atau karbon quartener).
semoga bermanfaat :)