UJIAN MID SEMESTER KIMIA BAHAN ALAM
Dosen Pengampu Mata Kuliah Kimia Bahan Alam: Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU UJIAN: 3-10 Desember 2013
Dosen Pengampu Mata Kuliah Kimia Bahan Alam: Dr. Syamsurizal, M.Si
WAKTU UJIAN: 3-10 Desember 2013
PETUNJUK : Ujian ini open
book. Tapi tidak diizinkan mencontek, bilamana ditemukan, maka anda dinyatakan
GAGAL. Jawaban anda diposting di bolg masing-masing.
1.
Cari diartikel tentang tehnik identifikasi dari suatu senyawa terpenoid?
Mengapa dengan reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain
seperti flavonoid, alkaloid atau fenolik lain? nama artikel, almat web, dasar
artikel
2.
Dengan cara yang sama cari tehnik isolasi tentang senyawa terpenoid,
jelaskan dasar ilmiah penggunaan pelarut dan tehnik-tehnik isolasi dan
purifikasi. Misalnya dg pelarut etanol dlakukan kromatografi.
.
Pelajari cara biosintesis suatu terpenoid. Identifikasilah
sekurang-kurangnya lima jenis reaksi organikyang terkait dengan biosintesis
tersebut dan jelaskan reaksinya?
4.
Salah satu bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormone laki-laki
dan perempuan, jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai hormone baik
pada testosterone dan estrogen. Misalnya pada hormone testosterone itu yang
paling aktif??
Diposting paling lambat hari selasa jam 10.00 pagi, file
diprint dikumpul hari selasa jam 10.00
Jawaban
1.
Cari
diartikel tentang teknik identifikasi dari suatu senyawa terpenoid. Mengapa
dengan reagen tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti
flavonoid, alkaloid, atau fenolik lain.
Artikel tentang identifikasi
terpenoid:
Telah
dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid antibakteri dari herba
meniran (Pyllanthus niruri Linn) dengan metode Kromatografi Gas – Spektroskopi
Massa. Ekstraksi senyawa dilakukan dengan dua cara yaitu
maserasi dengan pelarut metanol dan sokletasi
dengan pelarut n–heksanaa.
Hasil uji fitokimia menggunakan pereaksi
Lieberman-Burchard pada ekstrak n–heksanaa hasil maserasi dan ekstrak
n–heksanaa hasil sokletasi menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut positif
mengandung senyawa
terpenoid.
Hasil uji aktivitas ekstrak n–heksanaa terhadap bakteri Escherichia coli ATCC®
25292 dan
Staphylococcus
aureus ATCC® 25293 menunjukkan fraksi n–heksanaa hasil sokletasi memberikan
daya hambat yang
lebih baik.
Daya hambat fraksi n–heksanaa hasil maserasi adalah 1 mm terhadap bakteri
Escherichia coli dan 0,5 mm
terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
sedangkan daya hambat fraksi n–heksanaa hasil sokletasi yaitu 10 mm
terhadap bakteri Escherichia coli dan 12 mm
terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Ekstrak n–heksanaa hasil sokletasi dimurnikan
dengan menggunakan kromatografi kolom dan diidentifikasi
dengan Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa.
Data Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa, menunjukkan kemungkinan ekstrak
n–heksanaa hasil sokletasi mengandung dua buah senyawa yaitu phytadiene [M+]
278 dan senyawa 1,2-seco-cladiellan m/z 335 [M+- H].
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan
dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan maserasi. Sekletasi dilakukan
dengan melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L
n-hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%.
Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktifitas bakteri.
Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol. Ekstrak methanol dipekatkan lalu
lalu dihidriolisis dalam 100 mL HCl 4M.hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x
50 mL n-heksana. Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH
10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas
bakteri. Uji aaktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan menggunakan
jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke dalam tabung yang
berisi 2mL Meller-Hinton broth kemudian diinkubasi bakteri homogen selama 24
jam pada suhu 35°C.suspensi baketri homogeny yang telah diinkubasi siap
dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar secara merata dengan
menggunakan lidi kapas yang steril. Kemudian tempelkan disk yang berisi sampel,
standar tetrasiklin serta pelarutnya yang digunakan sebagai kontrol. Lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. dilakukan pengukuran daya hambat zat
terhadap baketri.
Uji
fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-Burchard.
Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam setat anhidrat dan
asam sulfat pekat. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk
membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil
didalam kloroform setelahHerba meniran mengandung metabolit sekunder plavonoid,
terpenoid, alkaloid dan steroid (Kardinan dan Kusuma, 2004). Beberapa hasil
penelitian menunjukkan senyawa terpenoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri
yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid (-) hardwicklic acid, phytol,
triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida (Grayson, 2000; Bigham et al.,
2003; Lim et al., 2006; Anonim, 2007; Anonim, 2007)
Mengapa dengan reagen
tersebut tidak cocok untuk mengidentifikasi golongan lain seperti flavonoid,
alkaloid, atau fenolik lain.
Jika mengunakan pereaksi lieberman burcard
ini, yang
terukur bukan kolesterol saja akan tetapi steroid secara keseluruhan atau
termasuk juga triterpen jika terdapat golongan senyawa ini dalam sampel. Reaksi
pereaksi LB dengan steroid akan membentuk warna hijau, sedangkan triterpen akan
membentuk warna biru yang didahului dengan terbentuknya warna lembayung. Untuk itu
apabila digunakan untuk metabolit sekunder lainnya maka tidak akan bereaksi
karena senyawa tersebut tidak mengandung kolesterol yang dapat bereaksi dengan pereaksi lieberman burcard
.
Reagen yang digunakan
pada identifikasi terpenoid adalah Liebermann Burchard. Dimana reagen tersebut
tidak dapat digunakan untuk golongan lain seperti flavonoid, alkalaoid ataupun
fenolik lain karena sifat dari suatu reagen adalah dapat melarutkan reaktan dan
reagen sehingga pada akhirnya diperoleh produk. Dimana reagen Liebermann
Burchard hanya dapat melarutkan steroid dan terpenoid sedangkan untuk golongan
lain reagen ini tidak dapat melarutkannya. Jika reagen tersebut tidak dapat
melarutkan antara reaktan dan reagen, maka produk tidak akan diperoleh.
2. Jelaskan dasar ilmiah penggunaan pelarut dan
teknik-teknik isolasi dan purifikasi.
Jawab:
Isolasi dan Indentifikasi senyawa terpenoid pada uji aktivitas antibakteri
Ekstrak n-heksanaa diuji aktivitasnya
terhadap bakteri Eschericia coli danStaphyloccocus aureus dengan tahap – tahap
sebagai berikut :
Diambil sebanyak satu koloni biakan bakteri Eschericia coli dengan menggunkan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
Dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2 mL Mueller-Hinton broth kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
Suspensi bakteri homogen yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar, secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
Kemudian ditempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya (n-heksana) yang digunakan sebagai kontrol.
Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
Dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
Untuk biakan bakteri Staphyloccocus aureus dilakukan dengan cara yang sama seperti biakan bakteri Eschericia coli, namun suhunya berbeda yaitu pada suhu 37ºC
Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis. Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi gas – spektroskopi massa.
Hasil ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrakn-heksana pada kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak nheksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrakn-heksana hasil maserasi. Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi yang dipaparkan pada Tabel 1.
Diambil sebanyak satu koloni biakan bakteri Eschericia coli dengan menggunkan jarum ose yang dilakukan secara aseptis.
Dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 2 mL Mueller-Hinton broth kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
Suspensi bakteri homogen yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Mueller-Hinton agar, secara merata dengan menggunakan lidi kapas yang steril.
Kemudian ditempelkan disk yang berisi sampel, standar tetrasiklin serta pelarutnya (n-heksana) yang digunakan sebagai kontrol.
Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35ºC .
Dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap bakteri.
Untuk biakan bakteri Staphyloccocus aureus dilakukan dengan cara yang sama seperti biakan bakteri Eschericia coli, namun suhunya berbeda yaitu pada suhu 37ºC
Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 : 7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap pemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis. Isolat yang relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan kromatogafi gas – spektroskopi massa.
Hasil ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi menunjukkan bahwa ekstrakn-heksana pada kedua cara tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak nheksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrakn-heksana hasil maserasi. Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah fraksi yang dipaparkan pada Tabel 1.
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa
fraksi A dan fraksi C positif terpenoid yaitu memberikan warna merah muda
(positif diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif triterpenoid)
pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi Lieberman-Burchard.
Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri. Dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya hambat yang lebih baik sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan noda tunggal. Hal ini dapat dikatakan fraksi A relative murni secara KLT. Isolat yang relatif murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan aktif antibakteri yang menunjukkan terdapatnya dua buah puncak dengan waktu retensi berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data di atas senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa.
Setelah difragmentasi, struktur phytadiene mengikuti pola fragmentasi senyawa pada puncak I, dengan demikian senyawa pada puncak I diduga sebagai senyawaphytadiene berdasarkan data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara senyawa puncak I dengan phytol, phytadiene dan dodekane.
Berdasarkan data hasil penelusuran internet, terdapat struktur senyawa yang memiliki berat molekul m/z 336 dengan gugus dan pola fragmentasi yang memenuhi gugus dan pola fragmentasi senyawa pada puncak II, senyawa tersebut adalah 1,2-seco-cladiellan. Berdasarkan data di atas ditarik suatu kesimpulan yaitu senyawa puncak II diduga sebagai senyawa 1,2–seco–cladiellan, karena struktur senyawa ini memenuhi pola fragmentasi senyawa puncak II.
Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya dilakukan uji aktivitas antibakteri. Dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya hambat yang lebih baik sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan noda tunggal. Hal ini dapat dikatakan fraksi A relative murni secara KLT. Isolat yang relatif murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan aktif antibakteri yang menunjukkan terdapatnya dua buah puncak dengan waktu retensi berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data di atas senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa.
Setelah difragmentasi, struktur phytadiene mengikuti pola fragmentasi senyawa pada puncak I, dengan demikian senyawa pada puncak I diduga sebagai senyawaphytadiene berdasarkan data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara senyawa puncak I dengan phytol, phytadiene dan dodekane.
Berdasarkan data hasil penelusuran internet, terdapat struktur senyawa yang memiliki berat molekul m/z 336 dengan gugus dan pola fragmentasi yang memenuhi gugus dan pola fragmentasi senyawa pada puncak II, senyawa tersebut adalah 1,2-seco-cladiellan. Berdasarkan data di atas ditarik suatu kesimpulan yaitu senyawa puncak II diduga sebagai senyawa 1,2–seco–cladiellan, karena struktur senyawa ini memenuhi pola fragmentasi senyawa puncak II.
Beberapa hal yang menjadi dasar pemilihan pelarut yang
akan digunakan pada isolasi senyawa terpenoid, yaitu:
1. Pelarut
yang digunakan untuk proses isolasi dapat memberikan efektifitas yang tinggi
dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dengan pelarut tersebut.
2. Untuk
mencegah pemilihan pelarut agar tidak salah, sebaiknya sebelum memilih pelarut
kita mengetahui struktur senyawa bahan alam yang akan diisolasi.
3. Pelarut
yang digunakan sebaiknya bersifat spesifik atau hanya melarutkan senyawa yang
diinginkan dan tidak melarutkan senyawa lain yang dapat mengganggu proses pemurnian.
4. Pelarut
yang digunakan sebaiknya bersifat mudah dipisaahkan sehingga tidak kesulitan
dalam memperoleh senyawa bahan alam yang murni.
5. Sebagiknya
memperhatikan harga dari pelarut yang akan digunakan. Hal ini untuk mencegah
biaya untuk proses isolasi agar tidak mengeluarkan biaya yang besar.
Pada umumnya, pelarut yang paling banyak digunakan dalam
proses isolasi senyawa organik bahan alam adalah metanol. Dimana pelarut
metanol tersebut dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder. Adapun
untuk flavonoid biasanya menggunakan pelarut metanol 80%, alkaloid menggunakan
benzena dan steroid menggunakan dietil eter.
3. Pelajari cara sintesis suatu terpenoid.
Identifikasi sekurang-kurangnya 5 jenis reaksi organik yang terkait dengan
biosintesis tersebut. Jelaskan reaksinya.
Jawab:
Biosintesa
Senyawa Terpenoida
Secara
umum biosintesa terpenoida dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu:
1. Pembentukan isoprena aktif
berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat. Asam asetat setelah diaktifkan
oleh koenzim A (Ko-A) melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan
Asetoasetil Ko-A. Senyawa ini dengan Asetil Ko-A melakukan kondensasi jenis
Aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam
mevalonat.
2. Penggabungan kepala
dan ekor dua unit isoprena akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan
poli- terpenoida.
Setelah asam mevalonat
terbentuk, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam posfat,
dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil Pirofosfat (IPP). Selanjutnya
berisomerisasi menjadi Dimetil Alil Pirofosfat (DMAPP) oleh enzim isomerase.
IPP inilah yang bergabung dari kepala ke ekor dengan DMAPP. Penggabungan ini
terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon
dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat
mengasilkan Geranil Pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa
monoterpenoida. Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil Pirofosfat (FPP) yang merupakan
senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoida. Senyawa diterpenoida
diturunkan dari
Geranil – Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal
dari kondensasi antara satu uni IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama.
3. Penggabungan ekor dan
ekor dari unit C-15 atau unit C-20 menghasilkan triterpenoida dan steroida.
Triterpenoida (C30) dan
tetraterpenoida (C40) berasal dari dimerisasi C15 atau C20 dan bukan dari
polimerisasi terus-menerus dari unit C-5. Yang banyak diketahui ialah
dimerisasi FPP menjadi skualena yang merupakan triterpenoida dasar dan sumber
dari triterpenoida lainnya dan steroida. Siklisasi dari skualena menghasilkan
tetrasiklis triterpenoida lanosterol.( Pinder, 1960
4.
4. Dari persamaan reaksi berikut ini dapat dilihat bahwa
pembentukan senyawa-senyawa monoterpen dan senyawa terpenoid berasal dari
penggabungan 3,3 dimetil alil pirofosfat dengan isopentenil pirofosfat.
5.
Reaksi siklisasi skualen 2, 3-epoksida
Pada gambar diatas dapat
dilihat bahwa triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal
dari 6 isopren. Sehingga modifikasi struktur skualen mempunyai pengaruh dalam
terbentuknya senyawa triterpen
http//scribe.html
4
. Salah satu
bioaktivitas terpenoid berhubungan dengan hormon laki-laki dan perempuan
(testosteron dan estrogen). Jelaskan gugus fungsi yang mungkin berperan sebagai
hormon baik pada testosteron maupun estrogen.
Jawab:
Dalam bioaktifitas terpenoid
gugus yang berperan sebagai hormone baik pada laki-laki maupun perempuan adalah
gugus triterpenoid dan steroid yang memiliki sifat tidak menguap. Sedangkan
terpenoid yang berperan sebagai hormone tidak spesifik adalah seskuiterpenoid.
Estrogen
Estrogens (oestrogens)
adalah sekelompok senyawa steroid, diambil dari nama struktur utama yaitu
cincin estrous dan fungsi utamanya adalah sebagai hormon sex wanita. Seperti
hormon steroid, estrogen dapat berdifusi melewati membran sel dan di dalam sel
berinteraksi dengan reseptor estrogen. Estrogen dapat mengaktivasi G
protein-coupled receptor (GPR30). Walaupun terdapat baik dalam tubuh pria
maupun wanita, kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur.
Hormon ini menyebabkan perkembangan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin
sekunder pada wanita, seperti payudara, dan juga terlibat dalam penebalan
endometrium maupun dalam pengaturan siklus haid. Pada saat menopause, estrogen
mulai berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot
flash, berkeringat pada waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan.
struktur estrogen dengan
3-7-dihidroksi (OH) untuk berikatan dengan reseptor. Terdiri dari empat cincin
dan dua gugus hidroksil (-OH) yang penting untuk ikatan dengan reseptor
estrogen.
Estrogen merupakan famili
hormon yang disintesis di ber¬bagai jaringan. 17-Estradiol merupakan hormon
estrogen primer yang asalnya dari ovarium . Pada beberapa spesies, estron yang
disintesis di dalam sejumlah jaringan terdapat dengan jumlah yang lebih
berlimpah. Pada kehamilan estriol diproduksi dalam jumlah yang relatif lebih
banyak dan hormon ini berasal dari placenta. Lintasan umum dan lokalisasi
subselular enzim yang terlibat pada tahap awal sintesis estradiol sama seperti
yang ter¬libat pada biosintesis androgen. 2
Estrogen dibentuk melalui reaksi aromatisasi
androgen dalam suatu proses yang kompleks dan melibatkan tiga tahap
hidrok¬silasi yang masing-masing memerlukap O2 dan NADPH. Kom¬pleks enzim
aromatase diperkirakan mencakup pula enzim P-450 oksidase dengan fungsi
campuran. Estradiol terbentuk bila subs¬trat bagi kompleks enzim ini adalah
testosteron, sedangkan estron terjadi dari hasil reaksi aromatisasi
androstenedion.2
Sel teka merupakan sumber andros¬tenedion dan
testosteron. Kedua hormon ini diubah oleh enzim aromatase di dalam sel
granulosa menjadi masing-masing estron dan estradiol. Estrogen dalam jumlah
yang berarti dihasilkan melalui reaksi aromatisasi perifer hormon androgen.
Pada pria, aromatisasi perifer testosteron menjadi estradiol (E2) membentuk 80%
dari jumlah produksi hormon estradiol ini. Pada perempuan. hormon androgen
adrenal merupakan substrat yang penting, karena 50% dari E, yang diproduksi
selama kehamilan, berasal dari reaksi aromatisasi andro¬gen.2
Estrogen steroid alami yang
paling kuat di dalam tubuh manusia adalah 17-estradiol, diikuti oleh estron
dan, akhimya, estriol. Ketiganya adalah suatu steroid 18-karbon dengan sebuah
cincin fenolat A (suatu cincin aromatik dengan sebuah gugus hidroksil melekat
ke karbon 3), ditambah dengan gugus hidroksil (estradiol) atau gugus keton
(estron) di C17. Konfigurasi ini menyebabkan steroid-steroid ini berikatan
secara selektif dan erat dengan reseptor es¬trogen.
Estrogen Terikat pada Protein Pengangkut Dalam
Plasma1
Estrogen terikat dengan SHBG. SHBG mengikat
estradiol sekitar lima kali lebih lemah bila dibandingkan kekuatan pengikatannya
dengan testosteron atau DHT.
Testosteron
Steroid pada umumnya adalah
merupakan hormone (zat pemacu) seperti pada empedu dan reproduksi hewan dan
manusia. Belakangan dikethui banyak juga tumbuhan yang mengandung steroid
sperti Aramanthus alfalfa, Medicago sativa dan akar Polygala senega. Pada
umumnya steroid mengandung gugus fungsional alkena dan alcohol dengan beberapa
contoh berikut ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar