Penentuan Stuktur Senyawa Flavonoid
dalam Rimpang Temu
Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)
Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)
Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan penambahan (atau pengurangan) hidroksilasi, metilasi gugus hidroksi inti flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksi atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto-hidroksi, dimerisasi (pembentukan) biflavonoid, pembentukan bisulfat, dan terpenting glikosilasi gugus hidroksi (pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid Cglikosida)( Markham, 1988)
'
Isolasi flavonoid
Rimpang temu ireng sebanyak 1 g dimasukkandalam erlenmeyer dan ditambah etanol 25 mL, dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh diuapkan, sampai volume pelarut tinggal setengahnya. Adanya flavonoid diuji dengan Shinoda Tes. Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu kamar sampai kering. Rimpang kering dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dilakukan secara berturutan menggunakan
pelarut petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing selama 8 jam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid kernudian ditentukan eluen yang sesuai untuk langkah selanjutnya yaitu kromatografi kolom. Penentuan eluen pada ekstrak petroleum eter (PE) dilakukan dengan menggunakan eluen PEkloroform pada berbagai perbandingan volume. Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakan adalah kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak nbutanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume. Ekstrak metanol tidak dicari eluen yang sesuai. Persiapan pertama kromatografi kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silika dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, lalu dibiarkan semalam. Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir “terbuka”, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam
botol sampel. Untuk pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VIS pada λ = 254 nm dan λ = 366 nm dan TLC, serta secara kimia menggunakan uji warna. Fraksi tunggal yang mempunyai harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan pelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.
Dari hasil uji wama terlihat bahwa ekstrak yang mengandung flavonoid adalah ekstrak PE, kloroform, dan n-butanol. Ekstrak metanol tidak positif terhadap uji warna untuk flavonoid, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol tidak mengandung flavonoid. Pemisahan flavonoid dari campuran dilakukan dengan menggunakan kramatografi kolom. Sebelum masuk ke kromatografi kolom perlu dilakukan penentuan eluen yang sesuai, yaitu yang dapat memisahkan setiap komponen dengan baik. Penentuan eluen ini dilakukan dengan TLC untuk ekstrak PE, kloroform, dan n-butanol. Eluen yang memberikan hasil pemisahan terbaik, ditentukan harga Rf-nya dan dianalisis dengan sinar UV-VIS pada λ = 254 nm dan λ = 366 nm .
Flavonoid adalah turunan senyawa fenolat, sehingga untuk identifikasi awal dapat digunakan pereaksi FeC13. Pereaksi FeCl3, bereaksi dengan ion fenolat. membentuk ion kompleks [Fe(Oar)6]3-. Test fenolat memberikan hasil positif jika setelah beberapa saat terbentuk warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat (Harborne, 1987). Pereaksi lain untuk identifikasi fenol adalah larutan vanilin-HCl. Test positif memberikan warna merah jambu biru, merah bata atau merah beberapa saat setelah penambahan pereaksi (Harborne et al., 1975). Analisis dengan uji warna menunjukkan bahwa f7 bukan flavonoid, karena tidak bereaksi positif
terhadap pereaksi FeCl3. Pereaksi ini spesifik untuk senyawa yang merupakan turunan dari fenol, dan flavonoid yang merupakan turunan dari fenol seharusnya memberikan uji positif. Fraksi f7 memberi test positif terhadap pereaksi vanilin-HCl, yang berarti bahwa f7 merupakan senyawa fenol sederhana atau turunannya. Adapun kedelapan fraksi yang lain memberikan hasil positif turunan fenol. Harborne et al. (1975) menyatakan bahwa pelarut PE bersifat kurang polar, sehingga hanya dapat melarutkan flavonoid yang bersifat kurang polar. Dilain pihak hasil uji ammonia terhadap kedelapan fraksi yang diduga flavonoid bereaksi negatif. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis flavonoid yang bersifat kurang polar yang mungkin terdapat pada kedelapan fraksi adalah leucoantosianidin (flavan-3,4-diol), flavanon, isoflavon atau katekin (Geissman, 1962)
Uji warna menggunakan Mg/HCl untuk fraksi f1, f2 dan f3 menghasilkan warna merah, sehingga diduga bahwa ketiga fraksi tersebut mengandung flavonoid golongan flavan-3,4-diol, flavanon atau isoflavon. Sedangkan fraksi f4, f5 dan f8 menghasilkan warna coklat, sehingga diduga f4, f5 dan f9 mengandung flavonoid golongan isoflavon. Uji warna dengan pereaksi Mg/HCl terhadap fraksi f6 dan f8 tidak menunjukkan perubahan warna, sehingga diduga kedua fraksi tersebut mengandung flavonoid golongan katekin.
Identifikasi struktur flavonoid
Identifikasi struktur flavonoid yang terkandung dalam ekstrak PE dilakukan dengan alat spektrofotometer UV-Vis, IR dan GC-MS. Analisis dengan spektrofotometer UV-VIS berguna dalam menentukan golongan senyawa flavanoid. Analisis penting lainnya adalah menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugus fungsional dalam suatu senyawa, dilanjutkan analisis spektra GC-MS untuk menentukan struktur
senyawa tersebut. Hasil analisis dengan spektrofotometer UV dan IR menunjukkan bahwa hanya f2, f4 dan f9 yang merupakan isoflavon. Karena diduga bahwa senyawa aktif dalam rimpang temu ireng adalah isoflavon, maka identifikasi struktur lebih lanjut hanya dilakukan pada fraksi f2, f4 dan f9.
Identifikasi struktur flavonoid fraksi f2
Spektrum UV-VIS fraksi f2 seperti pada Gambar 2 bentuknya sama dengan bentuk spektrum isoflavon (Markham, 1988). Gambar spektrum UVVis ini memperlihatkan adanya panjang gelombang maksimum pada 207 nm dan bahu pada 250 nm- 300 nm. Adanya satu puncak serapan maksimum dan bahu memberi petunjuk bahwa fraksi f2 mengandung senyawa isoflavon
Gambar 2. Spektrum UV-VIS fraksi f2.
Analisis selanjutnya menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugusgugus fungsional senyawa yang berada pada fraksi f2 ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 3. Spektrum infra merah fraksi f2
Berdasarkan Gambar 3 tersebut dapat dilihat adanya pitakuat pada 1714,6 cm-1 yang spesifik
untuk gugus karbonil. Serapan tajam pada 1261,4 cm-1 dan 1217,0 muncul dari vibrasi gugus C-O yang terkonjugasi. Pita pada 1091,6 dan 1029,9 cm- 1 merupakan serapan dari gugus metoksi. Pita pada
3020,3 cm-1 berasal dari =C-H str dengan didukung oleh pita-pita antara 1600 cm-1 dan 1500 cm-1
menunjukkan keberadaan inti aromatis. Pita kecil lemah yaitu pada 1652,9 cm-1 berasal dari gugus vinyl. Pita-pita pada daerah dibawah 3000 cm-1 dan diperkuat oleh pita-pita disekitar 1450 cm-1 menyatakan adanya alkyl yaitu metilen. Berdasarkan analisis terhadap spektrum pada Gambar 3, dapat disimpulkan bahwa f2 mengandung senyawa aromatis, gugus C=O, C-O, vinyl, -CH2- dan gugus metoksi. Untuk penentuan struktur senyawa pada fraksi f2, maka dilakukan analisis dengan alat kromatografi gas dilanjutkan dengan spektra massa. Analisis flavonoid dengan MS fraksi f2 ini dilakukan terhadap 1 puncak utama dan didapat hasil seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Spektra massa puncak fraksi f2.
Analisis selanjutnya adalah menggunakan spektrofotometer IR untuk menentukan gugus-gugus fungsional yang ada pada fraksi f4 seperti disajikan Gambar 7.
Ekstrak petroleum eter, kloroform dan n-butanol rimpang temu ireng mengandung flavonoid, sedangkan ekstrak metanol tidak mengandung flavonoid. Flavonoid dalam ekstrak petroleum eter dapat dipisahkan dengan cara kromatografi kolom menggunakan eluen petroleum eter-kloroform = 1: 9 (vlv), penyerap silika gel merk kiese1ge160 43-60 mm (230-400 mesh) dan kecepatan eluen 20 tetes/menit. Ekstrak petroleum eter mengandung senyawa flavonoid golongan isoflavon yang diperkirakan mempunyai struktur
PERTANYAAN
1. Hal yang menarik adalah bahwa spektrum UVVIS fraksi f4 juga sesuai dengan spektrum UV-VIS untuk isoflavon pada fraksi 2 , hanya ada sedikit perbedaan bentuk spektrum dan panjang gelombangnya. Apakah yang menyebabkan perbedaan bentuk spektrum dan panjang gelombangnya ???
2. pada gambar Spektra fraksi f2 menunjukkan adanya puncak dasar pada m/z = 158 dan puncak-puncak lain pda m/z = 295, 186 dan 128.
tetapi mengapa pada spektrum nya fraksi f2 hanya terdapat 1 puncak , bagaimana dengan puncak lainnya ??
baikla saya akan mencoba menjawab permasalahan sdri.putri yg no 1, yaitu Apakah yang menyebabkan perbedaan bentuk spektrum dan panjang gelombangnya, berdasarkan dari literatur yg sy baca perlu kita ketahui Panjang gelombang cahaya UV dan Visible lebih pendek, sehingga memiliki radiasi berenergi lebih tinggi dari pada panjang gelombang dan radiasi energi IR. Panjang gelombang cahaya UV dan cahaya VIS bergantung pada kemudahan promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek, sedangkan molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Oleh karena itu senyawa yang menyerap cahaya pada daerah VIS (senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek. Karena energi absorpsi oleh suatu moleku terkuantisasi, maka absorpsi untuk transisi elektron itu tampak pada panjang-panjang gelombang diskrit sebagai suatu spektrum garis atau peak tajam. Namun tidak demikian halnya pada spektrum UV – VIS, pada spektrum ini terdiri dari pita absorpsi lebar pada daerah panjang gelombang yang lebar. Hal ini disebabkan oleh terbaginya keadaan dasar dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam sub tingkat-sub tingkat rotasi dan vibrasi. Sub tingkat ini memiliki transisi energi yang sedikit sekali perbedaannya, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum itu. jadi kesimpulannya yang menyebabkan perbedaan bentuk spekrum dan panjang gelombang tersebut ialah terletak pada promosi elektronnya. semoga dapat membantu.
BalasHapus